Kamis, 31 Juli 2014
Home »
Cerita Dewasa
» Bersama Pak Gatot (Cerita17+)
Bersama Pak Gatot (Cerita17+)
Aku WNI keturunan, berusia 21
tahun saat
ini, rambut hitam panjang sampai ke bahu dan
agak
bergelombang, tinggi 160 cm berat 45 kg.
Perawakanku
agak kurus, namun payudaraku tergolong besar,
38C.
Berhubung tubuhku agak kurus, payudaraku
terlihat sangat
besar. Apalagi pantatku juga tidak besar, biasa-
biasa
saja. Ada beberapa teman yang mengatakan
potonganku
mirip dengan Amy Yip, mantan bintang panas
Hongkong.
Sejak kecil aku rajin berolahraga, seperti senam-
senam
sendiri di kamar dan sering sekali membantu
ibuku
beres-beres rumah sehingga tubuhku terlihat
kencang dan
padat. Namun aku tipe cewek yang konservatif,
jarang
memakai
pakaian yang ketat, dan memakai kacamata
minus
satu,
rambut aku kuncir di belakang, sehingga
tampaknya tidak terlalu banyak cowok yang
mendekatiku. Walaupun
saat
memakai kaos olahraga pada waktu SMA, para
cowok selalu
menatap buah dadaku yang menonjol dengan
penuh nafsu, sikap dinginku sering membuat
mereka malas
melakukan
pendekatan terhadapku. Aku kehilangan
keperawananku saat SMA kelas 2,
berumur
17 tahun oleh pacarku, yang juga WNI keturunan
dan
merupakan temen kuliah kakak lakiku. Sebetulnya
aku tidak berniat pacaran saat itu, namun karena
ia
sering
datang ke rumah dan bercengkerama dengan aku
dan
kakakku, lama kelamaan kami saling menyukai.
Itu
merupakan pengalaman pertamaku berpacaran
dan karena
masih sangat lugu, aku gampang dirayu sehingga
mahkotaku
direnggutnya. Kemudian selama hampir 3 bulan
bermain
seks dengan pacarku, aku tidak terlalu
menikmatinya,
bahkan terkadang sedikit kesakitan saat aku
digaulinya.
Mungkin karena ia juga tidak terlalu
berpengalaman:-) Setelah putus karena pacarku
kepergok kakakku
berselingkuh, aku kembali bersikap dingin
terhadap
cowok. Aku pikir apa enaknya orang pacaran dan
ngeseks,
ya gitu-gitu aja, tidak seperti yang kudengar dari
temen-temen cewekku saat kami bergosip. Aku
baru mulai
menikmati sampai terjadi peristiwa yang akan
kuceritakan
di bawah ini. Saat itu aku duduk di kelas 3 SMA,
cawu 1, sudah
putus
dengan pacar, dan berkonsentrasi untuk
kelulusan.
Tinggi, berat dan perawakanku hanya terpaut
sedikit
sekali dengan aku yang sekarang, dan ukuran
payudaraku
juga sudah 38C pada waktu itu. Aku tergolong
murid yang
rajin dan nilainya cukup baik, namun pada mata
pelajaran
eksakta seperti matematika, kimia dan fisika, aku
sering
kesulitan sampai terkadang stres. Tapi karena
dorongan
keluargaku yang pas-pasan, aku memilih jurusan
IPA
karena aku beranggapan jika memilih kuliah
seperti di
jurusan teknik maka nantinya akan mendapat gaji
lumayan
bila sudah bekerja. Dan salah satu
kekhawatiranku terbukti, dengan
nilai2
ulangan kimiaku super jeblok. Aku khawatir tidak
lulus,
sehingga pada suatu siang sepulang sekolah, aku
memberanikan diri menemui Pak Gatot, guru
kimiaku yg
juga sekaligus wali kelasku. Pak Gatot berusia 50
tahunan, dari suku Jawa, tingginya sekitar 170-
an,
dengan perawakan besar dan hitam, wajahnya
agak sadis
dan tegas, terkenal sebagai guru “killer”, namun
kata
temen-temen orangnya baik bila ada murid yang
minta
bantuan. Pak Gatot telah selesai mengajar di satu
kelas dan
sedang memberes-bereskan barangnya saat
kutemui.
“Pak Gatot, boleh saya bicara sebentar,” kataku.
Pak Gatot hanya melihat sepintas ke arahku,
sebelum menjawab cepat dengan nada sedikit
membentak,
“Ada apa?”
Aku mulai menjelaskan permasalahanku dan
kekhawatiranku.
Aku menyampaikan bahwa aku berniat meminta
tugas-tugas tambahan untuk mendongkrak
nilaiku. Tapi Pak
Gatot
menolaknya dan menawarkan les privat seminggu
dua kali
di rumahnya. Aku langsung menyetujuinya tanpa
berpikiran apa-apa.
“Ok, nanti sore kamu ke rumah saya jam 4,” ujar
Pak
Gatot dengan nada memerintah.
“Baik Pak, saya bisa, terima kasih,” jawabku
sambil pamit pulang. Tepat jam 4 setelah naik
kendaraan umum aku tiba
di
rumah Pak Gatot yang berlokasi di perumahan
cukup elit,
baru dibangun dan sepi. Kabarnya Pak Gatot
memiliki pekerjaan lain yang cukup memadai,
sehingga
meskipun
guru tapi rumahnya bagus. Setelah melepas
sandal
dan
masuk ke ruang tamu di rumahnya, aku
dipersilahkan duduk di sebuah sofa yang besar
dan empuk.
“Rumahnya bagus juga, tapi kok sepi ya,” pikirku.
Aku beranikan diri bertanya, “sendirian di sini
Pak?”
“Iya, memangnya kenapa?” jawabnya dengan
sedikit gusar. “Oh gak apa-apa Pak,” kataku.
Pak Gatot kemudian menjelaskan bahwa anak-
anaknya kuliah
di luar kota, dan istrinya kerja sebagai suster dari
sore sampe malam di sebuah rumah sakit. Sore
itu aku memakai pakaian yang biasa
kukenakan.
Kemeja berkancing yang agak kebesaran, untuk
menutupi
menonjolnya payudaraku, serta celana jins yg
tidak
terlalu ketat, tentu tak lupa juga BH dan celana
dalam.
Sementara Pak Gatot tampak santai, memakai
kaos
berlengan dan celana panjang biasa. Pak Gatot
langsung duduk di sebelahku, dan
menjelaskan
kondisiku. Dengan jebloknya nilai ulangan-
ulanganku,
mulai sekarang aku harus berusaha sangat keras
supaya bisa lulus.
“Kamu mengerti situasimu kan?” tanya Pak Gatot.
Aku
langsung mengiyakan.
Pak Gatot meneruskan, “Kalo gitu, kamu harus
sering-sering nurut sama Bapak, mengerti Vicki?”
Aku
mengiyakan lagi tanpa berpikiran macam-
macam. Tiba-tiba Pak Gatot langsung
menubrukku dari
samping dan
menindih tubuhku di bawah tubuhnya yg besar
dan
wajah
kami saling berhadapan dekat sekali. Tepat saat
aku mau menjerit dan memberontak, Pak Gatot
langsung
membungkam
mulutku dengan tangan kirinya, sementara tangan
kanannya
memegangi kedua pergelangan tanganku
sekaligus
di atas kepalaku. Aku berusaha keras
memberontak dan
menjerit,
namun cengkeraman Pak Gatot terlalu kuat. Aku
sangat takut pada saat itu melihat pandangan
Pak
Gatot yang berubah menjadi penuh nafsu, dan aku
hanya
bisa memelas lewat tatapan mataku. Pak Gatot
mulai tersenyum dan terkekeh-kekeh.
“Tenang saja Vicki, sebaiknya kamu santai saja.
Sudah
lama Bapak ingin memerkosamu, tidak disangka
hari ini
kamu menyerahkan diri,” ujarnya sambil tertawa
keras
selagi tetap memegangi mulut dan kedua
tanganku.
“Kamu nggak usah macam-macam, layani saja
Bapak, maka
kamu nggak perlu mengkhawatirkan nilai-nilaimu
yang
jeblok itu. Kalo sampai kamu menjerit atau
berontak
terlalu keras, maka Bapak jamin kamu tidak akan
lulus,
ok?” tambahnya lagi. Saat itu aku sungguh-
sungguh tidak tahu harus
berbuat
apa karena belum pernah menghadapi situasi
seperti ini
dalam hidupku. Tiba-tiba Pak Gatot dengan cepat
melepas kacamataku dan menaruhnya di meja
sebelah.
Kemudian
tangan kirinya menarik rambutku dan menciumi
bibirku
yang mungil dengan kasar, sementara tangan
kanannya meremas-remas payudaraku yang
sebelah kiri
dengan
gemasnya sehingga kemejaku mulai awut-
awutan.
Karena
kedua tanganku sudah tidak dipegangi lagi,
sempat terlintas di pikiranku untuk memukuli Pak
Gatot,
namun
ancaman tidak lulus membuatku sangat takut dan
tidak
berani melakukannya. Aku hanya berusaha
melepaskan diri namun sia-sia saja. Kemudian
Pak Gatot melepaskan ciumannya, dan
kedua
tangannya dengan segera memreteli kancing
kemejaku
satu-persatu. Aku mulai menangis dan memohon
untuk dilepaskan, tapi Pak Gatot tidak
menghiraukan.
Dengan
kasar ia menyingkirkan kemejaku dan
melemparkannya ke
lantai. Setelah itu Pak Gatot dengan paksa
melucuti celana jinsku. Tubuhku hanya tertutupi
BH dan
celana
dalam saja, buah dadaku yang berukuran 38C
terlihat
sangat menonjol. Sekali lagi aku diterkamnya
sehingga hanya bisa berbaring pasrah di sofa
yang besar
dan empuk
itu. Pak Gatot kembali menciumi bibirku
sementara
kedua
tangannya dengan ganas meremas-remas buah
dadaku. Aku
selalu mencoba menghindari ciuman Pak Gatot,
tapi remasan-remasan tangannya pada
payudaraku,
yang harus
kuakui memang sangat sensitif, membuatku
sedikit demi
sedikit mulai terangsang. Tapi karena aku bukan
cewek gampangan, tetap saja aku berusaha
memberontak. Ironis
memang, dalam hati aku berusaha melawan
namun
tubuhku
berkata lain menghadapi serangan-serangan Pak
Gatot. Beberapa saat Pak Gatot terus menciumi
bibirku
dan
meremas-remas payudaraku dengan penuh
nafsu.
Nafasku
mulai berat dan saat itu terus terang aku
terpaksa
pasrah saja. Hanya sesekali aku memelas untuk
dilepaskan.
“Jangan Pak, tolong Pak,” rintihku.
Pak Gatot menyadari perlawananku yang
melemah,
kemudian
dengan cepat sedikit mengangkat punggungku
dan
melepas tali pengait BH-ku. BH-ku kemudian
dilemparkannya. Aku
berusaha menutupi buah dadaku dengan lemah
namun Pak
Gatot mencengkeram kedua pergelangan
tanganku
dan melebarkannya. Terpampang jelas buah
dadaku yang besar, putih
mulus,
sangat padat, montok dan membusung tegak itu.
Serta juga
putingku yang berwarna merah muda, kecil
namun
runcing itu. Pak Gatot memandangi semua itu
dengan mata
terbelalak, wajahnya yang menurutku sangat jelek
itu
menunjukkan kegembiraan seperti baru menang
lotere.
“Akhirnya kesampaian juga, impian Bapak melihat
gunung
kembarmu yg indah ini. Putih banget dan besar
lagi! Mm..
38C ya? Tadi Bapak lihat ukuran BH kamu.
Kenapa
nggak
sejak dulu kamu tunjukkan Bapak? Putingmu juga
seksi
sekali. Pas banget rasanya! Ha.. ha.. ha..”, ujarnya
santai sambil matanya tidak pernah lepas dari
payudaraku. Aku rasanya mau menangis keras-
keras, tapi
ketakutanku
sekali lagi menyebabkanku pasrah saja. Setelah
melepas
kedua pergelangan tanganku, Pak Gatot memulai
serangannya di payudaraku yang sudah tidak
tertutupi
apa-apa lagi. Kedua telapak tangannya yang
hitam
dan
kuat itu meremas-remas payudaraku yang putih
mulus
dengan kasar tapi tidak bermaksud melukaiku,
sambil
matanya yg sadis itu melihat reaksi wajahku.
Kontras
sekali kasarnya telapak tangan Pak Gatot yang
hitam pada
kulit buah dadaku yang putih, mulus dan sangat
sensitif
itu. Meskipun tetap berusaha menjaga harga
diriku
dengan
memohon-mohon kecil untuk dilepaskan,
permainan tangan
Pak Gatot benar-benar membuatku lupa diri, dan
Pak Gatot tahu benar dari ekspresi wajahku yang
mulai
menikmati.
Pak Gatot mendekatkan mulutnya ke payudaraku
dan
menjilati kedua putingku bergantian dengan
liarnya selagi tangannya tidak pernah berhenti
meremas-
remas
gunung kembarku. Aku mulai melenguh keenakan
dan Pak
Gatot bertambah semangat. Disedotnya salah
satu
putingku dengan kuat, secara otomatis aku
menjerit
terangsang
sedikit keras. Kulihat Pak Gatot tersenyum
bangga
melihat responku, dan serangannya makin ganas.
Kedua putingku yang sudah keras dan tegang
sekali
bergantian disedotnya. Kemudian Pak Gatot
menjilati
kedua buah dadaku dengan terampilnya. Lidahnya
yang panjang itu seperti kehausan menyapu
setiap
sentimeter
dari payudaraku dan putingku. Tangannya tetap
ganas
meremas-remas, dan Pak Gatot bergantian
mencoba ‘melahap’ masing-masing payudaraku
menggunakan mulut dan
bibirnya, sementara lidahnya beraksi dengan
membuat
lingkaran-lingkaran kecil di putingku dan
sekitarnya. Tidak lupa juga digigit-gigit kecil
masing-masing
payudaraku, membuatku hanya bisa merem
melek
dan
mendesah-desah terangsang. Saat itu barulah
aku menyadari bahwa aku 100%
takluk
terhadap Pak Gatot. Belum pernah aku dibuat
senikmat
ini, pacarku yang dulu sama sekali tidak
berpengalaman dalam ‘foreplay’ seperti yang
dilakukan Pak Gatot
ini.
“Mm.. Pak.. oh..,” rintihku berulang kali saat itu.
Cukup lama Pak Gatot memberikan serangan-
serangan
dashyat terhadap kedua payudara dan putingku
menggunakan
telapak tangan, bibir dan lidahnya itu. Tiba-tiba
saja
aku menjerit cukup keras dan liar. Aku baru
menyadari
inilah orgasme terhebat yang pernah kurasakan.
Tubuhku yang berkeringat itu sedikit terguncang-
guncang
dalam cengkeraman Pak Gatot. Celana dalamku
terasa
sangat basah oleh cairan memekku. Saat aku
orgasme, Pak Gatot menyedoti kedua putingku
bergantian dan
meremas-remas gunung kembarku dengan lebih
kuat.
Jeritanku bertambah keras dan liar karena
merasakan
kenikmatan yang amat sangat. Untuk beberapa
saat
orgasmeku berlangsung, dan selama itu pula Pak
Gatot
tidak pernah menghentikan serangannya terhadap
kedua
payudara dan putingku yang super sensitif.
Akhirnya orgasmeku usai, dan aku hanya bisa
berbaring
dengan nafas amat berat dan tersengal-sengal.
“Gila bener kamu Vicki, padahal cuma Bapak
mainin buah
dada dan puting kamu, ternyata kamu udah
orgasme segini
hebatnya. Maniak juga kamu ya!” kata Pak Gatot
dengan
gembira dan bangga.
Aku tersenyum malu dan wajahku memerah
mendengar kata ‘maniak’. Senyuman Pak Gatot
bertambah lebar
melihat
ekspresi wajahku.
“Kamu bener-bener menggemaskan dan seksi
abis!”
katanya
lagi. Kemudian Pak Gatot merangkulku dengan
lembut
dalam
posisi tubuhku masih dibawahnya, keringatku
jelas
menempel di kaos dan celana panjang Pak Gatot.
Aku ingin
membalas hangatnya rangkulan Pak Gatot, tapi
berhubung
masih ‘bau kencur’ dalam urusan seks, aku
malu-
malu dan
hanya diam saja, tapi hatiku berdebar-debar dan
ekspresi
wajahku menunjukkan kegembiraan. Pak Gatot
mulai bercerita bahwa sudah sejak aku
kelas
satu ia mengincarku saat melihat aku dalam
pelajaran
olahraga memakai kaos. Katanya meskipun aku
tampak berusaha menggunakan kaos yang agak
kelonggaran, ia tahu
bahwa payudaraku sangat besar, apalagi porsi
tubuhku
bisa dibilang agak kurus. Penantian hampir dua
tahun tidak sia-sia katanya. Aku sekali lagi hanya
bisa
tersenyum-senyum kecil dan malu. Pak Gatot
juga
menambahkan bahwa ia tidak pernah melakukan
‘pemaksaan’
seperti ini terhadap siswi-siswi lainnya. Ia
mengaku amat sangat tidak tahan memikirkan
kedua buah
dadaku
ini. Sejak istrinya menopause juga dua tahun yang
lalu
itu, bayangan sepasang buah dadaku selalu
menjadi inspirasi onaninya yang hampir setiap
hari
katanya. Aku
tambah malu rasanya, tapi tidak bisa
menyembunyikan
senyumku. Dalam hati aku berpikir, meskipun
wajah Pak Gatot tidak tampan, sejak itu aku mulai
menyukai
wali
kelasku sendiri itu. Pak Gatot sempat bertanya
apakah aku pernah
berhubungan
seks. Aku menjawab bahwa pernah beberapa kali
dengan
mantan pacarku, tapi aku dengan wajah memerah
mengaku belum pernah merasa senikmat ini,
bahkan hanya
sesekali
orgasme dengan mantanku itu. Mungkin ia nggak
berpengalaman Pak, kataku. Pak Gatot langsung
tersenyum
lebar, dan mengutarakan kebanggaannya menjadi
orang
pertama yang bisa memuaskanku dengan amat
sangat. Pak Gatot juga memberitahuku bahwa
rumahnya
selalu sepi
seperti ini, istrinya berangkat kerja dari jam 3
sore
sampai sekitar 11 malam, dan sebetulnya
tetangga-tetangga sebelah pada perumahan
cukup elit
seperti ini tidak peduli satu sama lain. Sehingga
walaupun aku menjerit-jerit tidak akan ketahuan,
apalagi
tembok-tembok rumah Pak Gatot sangat tebal
dan
kokoh. Saat itu pukul 4:30, udah setengah jam
aku di
rumah Pak
Gatot.
“Vicki, kamu bisa pulang malam kan?” tanya Pak
Gatot.
“Ya.. bisa aja Pak, tapi jangan sampai kemaleman
Pak,
nanti ortuku bingung,” jawabku.
“Tenang aja, kamu nanti tak antar pulang kalo
Bapak udah
puas. Oh ya, kamu telepon aja ke rumah bilang
pulangnya agak malam,” jawabnya. Setelah itu
Pak Gatot bangkit dan melepaskan
rangkulannya. Ia mengambil ponselnya dan
menyuruh aku
telepon. Kemudian aku duduk, cuma pake celana
dalam
saja, lalu menelpon ortuku, beralasan bahwa aku
belajar
kelompok di rumah guruku. Karena selama ini aku
cewek
yang selalu penurut terhadap ortu dan hampir
tidak
pernah berbuat nakal, orang rumah percaya-
percaya saja. Sesudahnya Pak Gatot duduk di
sebelahku,
membawakan
sebotol minuman air dingin dan minum bersama.
Supaya
segar katanya.
Setelah puas minum, Pak Gatot langsung berkata
dengan
tatapan nafsu, “Vicki, ayo ke kamar aja,
ranjangnya
besar, lebih enak, kamu boleh menjerit
sepuasnya.”
Aku lagi-lagi tersenyum malu, namun menjawab
dengan
sedikit khawatir, “Hah? Di kamar? Di ranjang? Apa
nanti
tidak ketahuan sama istri Bapak? Sofa Bapak ini
aja udah
basah semua kena keringatku.” “Santai aja, ini
kamar untuk tamu kok sebetulnya.
Kadang-kadang ada saudara atau famili yang
menginap.
Biasanya juga Bapak sendiri kok yang bersihkan.
Jadi
kamu nggak usah takut, pokoknya nurut aja,”
ujarnya
lagi.
Walaupun tetap dengan gayaku yang sedikit
‘malu-
malu
kucing’, aku menyetujui ajakan Pak Gatot. Dengan
tangkas Pak Gatot menggendongku dengan
kekuatan kedua
tangannya,
aku langsung kaget dan menjerit kecil.
“Tambah nggemesin aja kamu ini, Vicki,” katanya.
Kamar untuk tamu Pak Gatot ternyata sangat rapi
meskipun
cukup kecil dan lampunya sangat terang. Hampir
sebagian
besar ruangan termakan tempatnya oleh sebuah
ranjang spring bed besar lengkap dengan ukiran-
ukirannya,
yang
jelas untuk ukuran dua orang. Perabotan sisanya
hanya
sebuah lemari pakaian besar dan sepasang kursi
sofa kecil. Ada satu pintu di sebelah ranjang yang
ternyata
adalah kamar mandi dalam. Tubuhku yang
berukuran mungil dibandingkan
tubuh Pak
Gatot, langsung dilemparkannya tepat di tengah-
tengah
ranjang sesudah ia menggendongku masuk. Aku
kembali berteriak kecil karena kaget campur
perasaan
gembira
tidak menentu membayangkan apa yang
selanjutnya akan
dilakukan Pak Gatot terhadapku.
“Empuk sekali ranjangnya,” pikirku. Kemudian Pak
Gatot mengambil posisi di atas
kedua
kakiku, mengangkat pantatku dan memeloroti
celana
dalamku dengan agak kasar.
“Bapak ini bener-bener nggak tahan lihat
keseksian
tubuhmu, apalagi buah dada kamu, jadi maklum
aja kalo
Bapak sering agak kasar sama kamu,” godanya
saat
melepaskan CD-ku. Aku bener-bener telanjang
bulat tanpa sehelai
benangpun,
berbaring di ranjang dengan wajah sedikit
memerah
mendengar berbagai macam perkataan Pak Gatot
yang menggoda. Pak Gatot juga mengaku senang
dengan memekku
yang bulu-bulunya sejak dulu aku cukur sehingga
tinggal
tersisa tipis-tipis.
“Vicki, kamu bener-bener cewek impian Bapak,”
pujinya.
Kemudian dengan sangat cepat Pak Gatot
melepas
kaos dan
celana panjang sambil berdiri di sebelah ranjang.
Aku
langsung menahan napas panjang melihat tubuh
Pak Gatot
yang hanya tinggal memakai celana dalam saja.
Meski
sudah berusia 51 tahun, katanya, tubuh hitam Pak
Gatot
masih berotot dan tampak tegap. Aku agak
merinding
melihat sekujur tubuhnya yang agak berbulu dan
wajahku
hanya bisa melongo melihat tonjolan besar di balik
CD
Pak Gatot. “Kok bengong?” tegur Pak Gatot sambil
tersenyum-
senyum.
“Um.. anu Pak.. eh..,” reaksiku benar-benar
seperti
anak
kecil yang kebingungan. “Nggak usah malu-malu,
Bapak yakin kamu pasti
pengen
lihat kontol Bapak ini kan,” ujarnya lagi
menggoda.
“Ayo sini..” tambahnya.
Dengan wajah khasku yang memerah bila malu-
malu, aku
turun dari ranjang sementara Pak Gatot duduk di
tepi
ranjang. Pak Gatot membuka pahanya lebar-lebar
dan
menyuruhku duduk bersimpu lutut di antaranya.
“Kamu dulu pernah nyedot kontol mantan
pacarmu?” tanya
Pak Gatot.
Wajahku tambah merah mendengar bahasanya
yang kasar,
tapi mungkin karena sudah 200% takluk, aku
tambah
berdebar-debar. “Belum pernah Pak, Vicki nggak
berani,”
jawabku.
“Mm.. jadi kamu bisa belajar pake kontol Bapak,”
balasnya. Wajahku merah padam seperti mati
kutu, dan Pak
Gatot
semakin menjadi-jadi menggodaku. “Tapi kamu
pasti pernah nonton BF kan?” tanyanya.
Aku langsung mengiyakan dengan mengangguk
pelan
mengingat-ingat beberapa kali pernah menonton
film porno
bersama temen-temen cewekku. “Kalo gitu ya
kamu pasti bisa Vicki, dan mulai
sekarang
kamu nggak usah malu-malu, he he he,” balasnya
sambil
tertawa.
Tiba-tiba Pak Gatot memegang belakang
kepalaku dan
menarik kuncir rambutku yang masih terpasang
sebelumnya.
Rambut hitam panjangku yang agak
bergelombang
terurai di
bahuku. “Kamu cantik dan seksi sekali Vicki
sayang,”
katanya
sambil memandangi wajahku.
Aku tersenyum sipu sementara Pak Gatot
memegang kedua
tanganku dan menaruhnya di pinggangnya.
Kemudian Pak
Gatot sedikit mengangkat pinggulnya.
“Ayo diplorotin, kalo pengen lihat kontol Bapak
nggak
usah sungkan,” candanya lagi.
Dengan bantuannya aku mulai menurunkan CD-
nya hingga ke
paha dan mataku langsung terbelalak lebar ketika
senjata
Pak Gatot bebas dari sarangnya. Kontol Pak Gatot
ternyata begitu indah meski
tampak
menyeramkan. Berwarna hitam pekat, begitu
besar
dengan
panjang sekitar 12 cm dan diameter sekitar 6 cm.
Kontol yang sudah disunat itu dilengkapi dengan
ujungnya
yang
berwarna coklat keungu-unguan. Sepasang buah
zakar hitam
besar dengan bulu lebat juga tidak lepas dari
pandanganku. Aku hanya bisa memandang takjub
dan
melongo, mataku seperti terhipnotis oleh
kontolnya.
“Kenapa sayang, punya pacarmu nggak segede
ini
dulu?”
tanyanya. Aku menjelaskan bahwa panjangnya
mungkin
hampir sama,
tetapi kontol Pak Gatot lebih lebar.
“Lho jangan kaget ya, ini masih semi ereksi,”
tambahnya. “Hah?” jeritku tambah melongo.
Kemudian Pak Gatot menyuruhku menurunkan
CD-
nya sampai
kedua kakinya, sehingga kami berdua sama-
sama
telanjang
bulat. Sungguh pemandangan yang jarang terlihat,
ABG
berwajah lugu, berkulit putih mulus dengan
payudara
besar sedang berjongkok di antara kedua paha
pria
setengah baya berperawakan menyeramkan
dengan kulit
hitam pekat yang duduk di tepi ranjang. Pak Gatot
dengan sabar mengamati reaksi
wajahku dan
menungguku beraksi sementara kedua tangannya
berpegangan
di tepi ranjang. Dengan sedikit gemetaran namun
sudah terkontrol oleh nafsu membara, aku meraih
kontol
Pak
Gatot dan mengocoknya pelan-pelan
menggunakan
tangan
kananku. Jari-jariku yang mungil nyaris tidak bisa
melingkari keseluruhan dari diameter kontolnya.
Aku
mulai mengocok kontol Pak Gatot naik turun,
sambil
sesekali melihat wajahnya. Pak Gatot sangat
menikmati
dan kadang-kadang salah satu tangannya
membelai-belai
rambutku. Setelah kukocok beberapa saat, dalam
sekejap
kontol Pak
Gatot bertambah panjang, mungkin sekitar 18 cm.
“Ini baru kontol Bapak yang sesungguhnya, enak
banget
kamu ngocoknya Vicki,” desahnya. Aku makin
bersemangat dan mulai mengocok
kontol Pak
Gatot dengan dua tangan, naik turun dan tambah
lama
tambah cepat. Kemudian pikiranku untuk sesaat
terbang ke salah satu film porno yang pernah aku
tonton dan
berusaha kuingat beberapa adegan oral seks. Aku
melepaskan tangan kiriku dari rudal hitam
tersebut,
sementara tangan kananku memegangi pangkal
kontol Pak
Gatot dengan erat sambil kumajukan kepala dan
kubuka mulut. Bibirku yang mungil terbuka lebar
dan
langsung
mengulum kepala kontol Pak Gatot.
“Mm..” desahku sambil menyedot-nyedot pelan.
“Oh Vicki.. hebat bener kamu sayang,” desahnya
keenakan. Aku benar-benar sudah seperti gadis
liar seperti di
film-film BF itu dan sedotanku makin lama makin
kuat dan
dalam, meskipun ukuran kontol Pak Gatot
membuatku hanya
bisa memasukkan sekitar setengahnya setiap
sedotan.
Entah belajar darimana, lidahku juga mulai
beraksi
dengan menjilati ujung kontolnya. Kulihat sepintas
wajah
Pak Gatot menunjukkan ekspresi yang sangat
puas
dan membuatku berbangga meski ini merupakan
oral
seks
pertamaku. Setelah menyedot dan menjilati
kontolnya
beberapa saat,
aku melepaskannya dari mulutku sampai
terdengar
suara
‘plop’. Kupandangi kontol hitam yang sekarang
hampir setengahnya mengkilap terkena jilatan
lidahku.
Seperti
kurang puas, gantian kupegangi kepala kontolnya
sementara lidahku menjelajahi bagian bawah dan
pangkal
kontol Pak Gatot. Desahan Pak Gatot tambah
panjang.
“Kamu lugu-lugu ternyata liar di ranjang ya Vicki,
mm..” Aku tersenyum puas saat kupandangi
kontol Pak
Gatot
sudah mengkilap hampir seluruhnya.
“Kamu pinter banget Vicki, kamu basahin kontol
Bapak
kayak gini supaya siap dimasukkan di memek
kamu ya?”
senyumnya.
Sekali lagi wajah merahku dengan senyuman tipis
kembali
terlihat. Setelah itu Pak Gatot mengangkatku
berdiri dan
merebahkan tubuhku kembali di tengah-tengah
ranjang.
Dibukanya kedua pahaku lebar-lebar dan Pak
Gatot
mengambil posisi di antaranya sambil memegangi
senjatanya.
“Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali.
Saya
agak takut,” kataku saat itu.
“Ha.. ha.. ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu
pasti seneng,” jawabnya.
Pak Gatot juga memberitahuku nggak usah
khawatir hamil,
karena nantinya ia tidak akan mengeluarkan air
maninya
di memekku. “Biar kayak di BF-BF itu Vicki,”
katanya.
Aku yang berbaring telentang menjawab dengan
kepalaku,
yang dialasi bantal empuk, mengangguk-angguk.
Aku menahan nafas saat Pak Gatot mulai
memasukkan
kontolnya ke arah memekku yang sudah basah
sedari tadi.
“Oh.. Pak..” jeritku kecil.
Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru
ujung
kontol Pak Gatot saja yang terbenam di memekku.
Kulihat
Pak Gatot mulai memompa dan memegangi
kontolnya keluar
masuk dari memekku sehingga menggesek-
gesek klitorisku
yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai,
dan
kemudian dengan sekali sentakan kulihat separuh
kontol
Pak Gatot masuk ke memekku. “Oh.. Pak Gatot..”
desahku dengan nafas berat. Kemudian Pak Gatot
mengarahkan kedua
tangannya ke arah
gunung kembarku dan mulai meremas-remas
dengan agak
kasar, sambil memaju mundurkan kontolnya
keluar
masuk memekku.
“Oh Pak Gatot..” Aku sudah benar-benar lupa diri,
yang
ada di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar
ini.
Gerakan-gerakan dan respon tubuhku mungkin
sudah seperti
cewek-cewek dalam film-film porno yang pernah
kulihat.
Kombinasi dari gesekan-gesekan kontol Pak
Gatot
di memek
dan klitorisku serta remasan-remasan kasar
telapak
tangannya di buah dadaku yang amat sensitif
membuatku
menjerit dan mendesah tidak karuan dengan
liarnya. Kemudian sambil tetap meremas-remas
sepasang
payudaraku,
Pak Gatot bergerak maju dan menciumi bibirku.
Aku
membalas dengan penuh nafsu, bibir dan lidah
kami saling bermain satu sama lain. Setelah puas
menciumiku,
Pak
Gatot mulai memompa kontolnya dengan lebih
cepat. Sambil
tangannya bertumpu dengan meremas-remas
buah
dadaku, Pak Gatot bergerak maju mundur sangat
cepat dan
kuat.
Pandangan penuh nafsu Pak Gatot di wajahku
kubalas
dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya
memekku, kulihat saat itu Pak Gatot bisa
memasukkan
seluruh
kontolnya pada setiap sentakan. Kami berdua
sudah
sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan
otot-otot di sekujur tubuh Pak Gatot jelas terlihat.
Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan
binatang
dari kami berdua yang terdengar di kamar.
Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang
kedua
datang. Aku menjerit sangat keras, dan Pak Gatot
justru
tambah mempercepat dan memperkuat gerakan
serta remasannya. Tubuh mungilku terguncang
hebat,
sekali lagi
dalam cengkeraman Pak Gatot. Kemudian
dipeluknya
tubuhku, kubalas pula dengan erat sehingga
terasa
keringat kami berdua saling bercampur. Pak Gatot
tidak
pernah berhenti memompa kontolnya saat
orgasmeku yang
kedua itu berlangsung. Setelah klimaksku selesai
beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek lemas
dalam posisi saling memeluk, sungguh kontras
sekali
perbedaan
warna dari tubuh kami. Memekku dan kontol Pak
Gatot yang
terbenam seluruhnya terasa sangat basah dan
aku
kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan
tubuh Pak
Gatot. “Asyik sekali kamu Vicki,” ujar Pak Gatot
sambil
tersenyum ke wajahku.
Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan
kenikmatan
ini.
Kuberanikan berbisik lemah, “Bapak kok belum
keluar?”
Sambil tertawa-tawa, Pak Gatot menjawab, “Kan
sudah
Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di
memek kamu.
Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak
di bagian
tubuh kamu yang lain.” “Di mana Pak?” tanyaku.
Pak Gatot hanya membalas dengan senyuman
sambil
melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas
tubuhku dan
kemudian mengambil posisi duduk berjongkok di
perutku.
Terpampang jelas di mataku kontol hitam besar
Pak Gatot
yang tambah mengkilap akibat cairan dari
memekku.
“Sudah dua tahun ini Bapak selalu
membayangkan kontol
Bapak yang hitam ini dijepit dengan gunung
kembarmu yang
putih mulus itu lho,” ujar Pak Gatot.
Wajahku yang penuh keringat kembali merah
padam. “Kenapa? Kamu nggak suka?” tanya Pak
Gatot.
Aku juga menjelaskan bahwa sejak melihat salah
satu
adegan di BF barat, di mana seorang cewek yang
berpayudara besar menjepit kontol pasangannya,
aku amat ingin mencobanya. Tapi kujelaskan
bahwa aku
tidak berani
dan sungkan mengutarakannya pada mantan
pacarku yang
dulu. “Ha ha ha.. kalo begitu kita bener-bener
cocok
Vicki.
Ayo sekarang kamu pegangi gunung kembarmu
itu!” kata Pak
Gatot seperti tidak sabar.
Kuturuti dan kupegangi masing-masing
payudaraku,
sementara Pak Gatot sedikit maju dan
meletakkan
kontolnya persis di antara sepasang bukit
kenyalku.
Teringat pada adegan BF, aku langsung menjepit-
jepit bukit kembarku itu, terasa sekali kontol Pak
Gatot
yang
keras bergesekkan dengan kulit mulus
payudaraku.
Jujur
saja aku sangat terangsang melihat kontrasnya
warna kontol Pak Gatot dan payudaraku,
membuatku
makin
bersemangat dan mulai memijat-mijat buah
dadaku
dengan
kuat. Sepintas kulihat reaksi wajah Pak Gatot
yang menunjukkan kenikmatan tiada tara. Aku
sangat
senang
dengan ekspresinya, meski sekali lagi kutekankan
bahwa
wajah Pak Gatot boleh dibilang sama sekali tidak
tampan. Pak Gatot yang sedari tadi diam dan
menikmati
pijatan
payudaraku, kemudian mulai memaju mundurkan
kontolnya
sambil kedua tangannya berpegangan pada
ukiran-
ukiran tiang ranjangnya yang luks dan eksklusif
itu.
Campuran
keringat dan cairan memekku membuat Pak Gatot
dengan
mudah menggerakan kontolnya di sepanjang
belahan dadaku. Aku tidak pernah berhenti
memijat, meremas, dan
menjepit
payudaraku sehingga kulihat mata Pak Gatot
merem melek.
“Oh Vicki sayang..!” jerit Pak Gatot sesekali.
Gerakan Pak Gatot makin lama makin cepat,
sementara aku
juga menguatkan pijatan dan remasan. Karena
payudaraku
yang amat sensitif merasakan kerasnya kontol
Pak
Gatot,
kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku.
Aku juga
sering mendesah-desah tidak karuan.
Kuperhatikan dorongan kontol besar Pak Gatot
membuat
ujungnya makin lama makin dekat ke daguku,
kurasakan
pula buah zakarnya bertabrakan dengan pangkal
payudaraku dalam setiap dorongan yang
dilakukannya. Dengan
beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai
memberikan jilatan-jilatan cepat liar setiap kali
kepala
kontol Pak Gatot mendekat. Sekilas kulihat mata
Pak Gatot terbelalak dengan keagresifanku ini.
“Kamu makin liar aja Vicki, Bapak bener-bener
nggak
tahan!” desahnya.
Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak
Gatot, jilatan-jilatan lidahku pada ujung kontolnya
serta
remasan-remasan payudaraku menggesek
kontolnya. Aku
betul-betul ingin membalas semua kenikmatan
yang
sebelumnya diberikan Pak Gatot terhadapku,
tidak peduli
lagi status dan perbedaan usia kami. Gerakan dan
ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih
yang tidak
mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin
layaknya dua bintang film porno. “Oh Vicki
sayang!” Pak Gatot akhirnya menjerit
keras dan
menghentikan gerakannya.
Kontol Pak Gatot masih terjepit di antara buah
dadaku
dan ujungnya persis dekat di depan bibirku yang
sedikit
menganga. Bersamaan dengan itu, air mani atau
pejuh dari
kontol Pak Gatot muncrat! Tembakan-tembakan
deras pejuh
Pak Gatot membasahi dan lengket di sebagian
besar wajah
dan bibirku. Aku tidak pernah berhenti meremas-
remas
payudara sambil menelan dan menjilati air mani
Pak Gatot
yang mengarah ke bibirku dan keluar dengan
derasnya. Aku
sampai kewalahan dengan banyaknya air mani
yang keluar
dari kepala kontol Pak Gatot. Kemudian Pak Gatot
bergerak maju mundur lagi, sehingga air maninya
muncrat dan mendarat tidak beraturan di dagu,
leher, dada
dan
tentunya sepasang payudara dan putingku.
Akhirnya Pak Gatot berhenti bergerak meski
kontolnya
masih di antara kedua payudaraku. Kulepaskan
salah satu
cengkeraman tanganku dari buah dadaku, lalu
kupegangi kontol Pak Gatot yang masih sedikit
keras.
Kemudian
kugesekkan ujung kontolnya dengan buah dadaku
yang
ditahan oleh tanganku yang lain. Tak luput juga
sesekali kugesek ujung kontol Pak Gatot dengan
puting
merah
mudaku. Aku juga tidak menyadari dari mana
kupelajari
gerakan seperti itu, mungkin dari BF-BF itu dan
mungkin benar juga kata Pak Gatot bahwa aku
maniak. Kuratakan ceceran pejuh Pak Gatot
dengan ujung
kontolnya
bergantian di masing-masing gunung kembarku.
Setelah
puas, akhirnya kulepaskan genggaman tanganku
dari kontolnya dan payudaraku, kemudian
kuusap-usap
sekujur
wajah, bibir, leher dan dadaku yang sebelumnya
tersemprot dengan pejuh Pak Gatot, serta kujilat-
jilat
dan kutelan air maninya seperti binatang
kehausan.
Dengan wajah, bibir, leher, dada dan sepasang
bukit
kenyal serta kedua puting merah mudaku masih
sedikit
belepotan dan lengket dengan air maninya,
kuberanikan
diri tersenyum menggoda ke arah Pak Gatot yang
masih
belum beranjak dari posisi duduk berjongkok di
atas
perutku. “Oh Vicki! Kamu bener-bener seksi
banget! Hebat!”
teriak
Pak Gatot gembira sambil memandangiku. Setelah
itu Pak Gatot berbaring lemas di
sebelahku,
tubuh kami yang sudah basah dan mandi keringat
saling
berpelukan. Pak Gatot tampaknya juga tidak jijik
dengan air maninya sendiri, terbukti kami saling
berciuman dan
berpagutan dengan sisa-sisa tenaga yang kami
punyai.
Kulihat saat itu pukul 1/2 6 sore dan kami
berbicara dan bercanda dengan santai sekitar 1
jam-an sambil
berbaring. Kami saling bercerita, aku
membicarakan
kesulitan-kesulitanku dalam menghadapi
pelajaran-pelajaran di sekolah, sementara Pak
Gatot
banyak mengutarakan kesepiannya karena sejak
dulu tiga anak-anaknya kuliah di luar kota dan
istrinya
bekerja
dari sore sampai malam. Meskipun berkecukupan
dan
hubungan mereka berdua masih harmonis, Pak
Gatot masih sering merasa kesepian. Sebelum
istrinya
menopause ia
masih aktif berseks ria meski istrinya agak
kewalahan
mengimbangi. Ia mengaku merasa muda lagi
setelah berhubungan denganku ini. Pak Gatot juga
menjelaskan
bahwa mulai sekarang aku tidak perlu khawatir
dengan
nilai-nilai ulanganku. Tapi Pak Gatot berjanji tetap
akan membantuku belajar, jadi aku bukan
dianggapnya
sebagai ‘pemuas nafsu’ belaka. Lalu kami berdua
sama-sama berpakaian dan
merapikan
diri. Pak Gatot mengajakku makan di rumahnya
dan setelah
itu ia mulai mengajariku. Ia juga menambahkan
bahwa biaya untuk les privatku ini digratiskan aja,
aku
tidak
perlu membayar. Aku bener-bener berterima
kasih
padanya.
Mungkin karena Pak Gatot sudah menyukaiku,
kesadisannya seperti biasa di kelas tidak terlihat,
malahan
dengan
cepat aku dapat menangkap bahan-bahan
pelajaran kimia
yang diberikannya. Setelah selesai aku
diantarnya pulang ke rumah
dengan
mobil sedannya. Dalam perjalanan Pak Gatot
memberitahukan agar kami bersikap biasa-biasa
saja di
sekolah. Di kelas ia tetap akan memperlakukan
sebagaimana murid-murid lainnya. Pak Gatot juga
menanyakan apakah aku bisa datang ke
rumahnya
besok di
waktu yang sama jam 4 sore. Aku menyetujuinya
dan terus
terang berdebar-debar juga memikirkannya. Aku
sampai di
rumah sekitar jam 8 malam dan langsung mandi
untuk
menyegarkan diri. Demikianlah awal
petualanganku menjadi
’simpanan’ wali
kelasku sendiri dan sangat menyukai seks.
Semoga
dalam
kesempatan selanjutnya bisa aku tuturkan kisah
seksku yang lain bersama Pak Gatot.
0 komentar:
Posting Komentar