Kamis, 24 Juli 2014

Berawal Dari Toko Buku dan Berlangsung Dikamar (17+)


Pada suatu siang sekitar jam
12-an aku berada di sebuah
toko buku Gramedia di Gatot
Subroto untuk membeli
majalah edisi khusus, yang
katanya sih edisi terbatas. Hari itu aku mengenakan kaos t-
shirt putih dan celana katun
abu-abu. Sebenarnya potongan badanku
sih biasa saja, tinggi 170 cm
berat 63 kg, badan cukup
tegap, rambut cepak. Wajahku
biasa saja, bahkan cenderung
terkesan sangar. Agak kotak, hidung biasa, tidak mancung
dan tidak pesek, mataku agak
kecil selalu menatap dengan
tajam, alisku tebal dan jidatku
cukup pas deh. Jadi tidak ada
yang istimewa denganku. Saat itu keadaan di toko buku
tersebut tidak terlalu ramai,
meskipun saat itu adalah jam
makan siang, hanya ada
sekitar 7-8 orang. Aku segera
mendatangi rak bagian majalah. Nah, ketika aku
hendak mengambil majalah
tersebut ada tangan yang juga
hendak mengambil majalah
tersebut. Kami sempat saling
merebut sesaat (sepersekian detik) dan kemudian saling
melepaskan pegangan pada
majalah tersebut hingga
majalah tersebut jatuh ke
lantai. "Maaf.." kataku sambil
memungut majalah tersebut dan memberikannya kepada
orang tersebut yang ternyata
adalah seorang wanita yang
berumur sekitar 37 tahun (dan
ternyata tebakanku salah, yang
benar 36 tahun), berwajah bulat, bermata tajam (bahkan
agak berani), tingginya sama
denganku (memakai sepatu
hak tinggi), dan dadanya cukup
membusung. "Busyet! molek
juga nih ibu-ibu", pikirku. "Nggak pa-pa kok, nyari
majalah X juga yah.. saya
sudah mencari ke mana-mana
tapi nggak dapet", katanya
sambil tersenyum manis.
"Yah, edisi ini katanya sih terbatas Mbak.."
"Kamu suka juga fotografi
yah?"
"Nggak kok, cuma buat koleksi
aja kok.."
Lalu kami berbicara banyak tentang fotografi sampai
akhirnya, "Mah, Mamah.. Ira
sudah dapet komiknya, beli
dua ya Mah", potong seorang
gadis cilik masih berseragam
SD. "Sudah dapet Ra.. oh ya maaf
ya Dik, Mbak duluan", katanya
sambil menggandeng anaknya.
Ya sudah, nggak dapat majalah
ya nggak pa-pa, aku lihat-lihat
buku terbitan yang baru saja. Sekitar setengah jam
kemudian ada yang
menegurku.
"Hi, asyik amat baca bukunya",
tegur suara wanita yang halus
dan ternyata yang menegurku adalah wanita yang tadi pergi
bersama anaknya. Rupanaya
dia balik lagi, nggak bawa
anaknya.
"Ada yang kelupaan Mbak?"
"Oh tidak." "Putrinya mana, Mbak?
"Les piano di daerah Tebet"
"Nggak dianter?
"Oh, supir yang nganter."
Kemudian kami terlibat
pembicaraan tentang fotografi, cukup lama kami
berbicara sampai kaki ini
pegal dan mulut pun jadi haus.
Akhirnya Mbak yang bernama
Maya tersebut mengajakku
makan fast food di lantai bawah. Aku duduk di dekat
jendela dan Mbak Maya duduk
di sampingku. Harum parfum
dan tubuhnnya membuatku
konak. Dan aku merasa,
semakin lama dia semakin mendekatkan badannya
padaku, aku juga merasakan
tubuhnya sangat hangat. Busyet dah, lengan kananku
selalu bergesekan dengan
lengan kirinya, tidak keras dan
kasar tapi sehalus mungkin.
Kemudian, kutempelkan paha
kananku pada paha kirinya, terus kunaik-turunkan tumitku
sehingga pahaku menggesek-
gesek dengan perlahan paha
kirinya. Terlihat dia beberapa
kali menelan ludah dan
menggaruk-garukkan tangannya ke rambutnya. Wah
dia udah kena nih, pikirku.
Akhirnya dia mengajakku
pergi meninggalkan restoran
tersebut. "Ke mana?" tanyaku.
"Terserah kamu saja", balasnya
mesra.
"Kamu tahu nggak tempat
yang privat yang enak buat
ngobrol", kataku memberanikan diri, terus
terang aja nih, maksudku sih
motel.
"Aku tahu tempat yang privat
dan enak buat ngobrol",
katanya sambil tersenyum. Kami menggunakan taksi, dan
di dalam taksi itu kami hanya
berdiam diri lalu kuberanikan
untuk meremas-remas
jemarinya dan dia pun
membalasnya dengan cukup hot. Sambil meremas-remas
kutaruh tanganku di atas
pahanya, dan kugesek-
gesekkan. Hawa tubuh kami
meningkat dengan tajam, aku
tidak tahu apakah karena AC di taksi itu sangat buruk apa
nafsu kami sudah sangat
tinggi. Kami tiba di sebuah motel di
kawasan kota dan langsung
memesan kamar standart.
Kami masuk lift diantar oleh
seorang room boy, dan di
dalam lift tersebut aku memilih berdiri di belakang
Mbak Maya yang berdiri sejajar
dengan sang room boy.
Kugesek-gesekan dengan
perlahan burungku ke pantat
Mbak Maya, Mbak Maya pun memberi respon dengan
menggoyang-goyangkan
pantatnya berlawanan arah
dengan gesekanku. Ketika
room boy meninggalkan kami
di kamar, langsung kepeluk Mbak Maya dari belakang,
kuremas-remas dadanya yang
membusung dan kucium
tengkuknya. "Mmhh.. kamu
nakal sekali deh dari tadi..
hhm, aku sudah tidak tahan nih", sambil dengan cepat dia
membuka bajunya dan
dilanjutkan dengan membuka
roknya. Ketika tangannya
mencari reitsleting roknya,
masih sempat-sempatnya tangannya meremas
batanganku. Dia segera membalikkan
tubuhnya, payudaranya yang
berada di balik BH-nya telah
membusung. "Buka dong
bajumu", pintanya dengan
penuh kemesraan. Dengan cepat kutarik kaosku ke atas,
dan celanaku ke bawah. Dia
sempat terbelalak ketika
melihat batang kemaluanku
yang sudah keluar dari CD-ku.
Kepala batangku cuma 1/2 cm dari pusar. Aku sih tidak mau
ambil pusing, segera kucium
bibirnya yang tipis dan
kulumat, segera terjadi
pertempuran lidah yang cukup
dahsyat sampai nafasku ngos- ngosan dibuatnya. Sambil berciuman, kutarik
kedua cup BH-nya ke atas (ini
adalah cara paling gampang
membuka BH, tidak perlu
mencari kaitannya). Dan
bleggh.., payudaranya sangat besar dan bulat, dengan puting
yang kecil warnanya coklat dan
terlihat urat-uratnya kebiruan.
Tangan kananku segera
memilin puting sebelah kiri
dan tangan kiriku sibuk menurunkan CD-nya. Ketika
CD-nya sudah mendekati lutut
segera kuaktifkan jempol kaki
kananku untuk menurunkan CD
yang menggantung dekat
lututnya, dan bibirku terus turun melalui lehernya yang
cukup jenjang. Nafas Mbak
Maya semakin mendengus-
dengus dan kedua tangannya
meremas-remas buah
pantatku dan kadang-kadang memencetnya. Akhirnya mulutku sampai juga
ke buah semangkanya. Gila,
besar sekali.. ampun deh,
kurasa BH-nya diimpor secara
khusus kali. Kudorong
tubuhnya secara perlahan hingga kami akhirnya saling
menindih di atas kasur yang
cukup empuk. Segera
kunikmati payudaranya
dengan menggunakan tangan
dan lidahku bergantian antara kiri dan kanan. Setelah cukup
puas, aku segera menurunkan
ciumanku semakin ke bawah,
ketika ciumanku mencapai
bagian iga, Mbak Maya
menggeliat-geliat, saya tidak tahu apakah ini karena efek
ciumanku atau kedua
tanganku yang memilin-milin
putingnya yang sudah keras.
Dan semakin ke bawah terlihat
bulu kemaluannya yang tercukur rapi, dan wangi khas
wanita yang sangat
merangsang membuatku
bergegas menuju liang
senggamanya dan segera
kujilat bagian atasnya beberapa kali. Kulihat Mbak Maya segera
menghentak-hentakkan
pinggulnya ketika aku
memainkan klitorisnya. Dan
sekarang terlihat dengan jelas
klitorisnya yang kecil. Dengan rakus kujilat dengan keras dan
cepat. Mbak Maya bergoyang
(maju mundur) dengan cepat,
jadi sasaran jilatanku nggak
begitu tepat, segera kutekan
pinggulnya. Kujilat lagi dengan cepat dan tepat, Mbak Maya
ingin menggerak-gerakkan
pinggulnya tapi tertahan.
Tenaga pinggulnya luar biasa
kuatnya. Aku berusaha
menahan dengan sekuat tenaga dan erangan Mbak Maya
yang tadinya sayup-sayup
sekarang menjadi keras dan
liar. Dan kuhisap-hisap
klitorisnya, dan aku merasa
ada yang masuk ke dalam mulutku, segera kujepit
diantara gigi atasku dan bibir
bawahku dan segera kugerak-
gerakkan bibir bawahku ke
kiri dan ke kanan sambil
menarik ke atas. Mbak Maya menjerit-jerit keras dan
tubuhnya melenting tinggi, aku
sudah tidak kuasa untuk
menahan pinggulnya yang
bergerak melenting ke atas.
Terasa liang kewanitaannya sangat basah oleh cairan
kenikmatannya. Dan dengan
segera kupersiapkan
batanganku, kuarahkan ke
liang senggamanya dan,
"Slebb.." tidak masuk, hanya ujung batanganku saja yang
menempel dan Mbak Maya
merintih kesakitan. "Pelan-pelan Ndi", pintanya
lemah.
"Ya deh Mbak", dan kuulangi
lagi, tidak masuk juga. Busyet
nih cewek, sudah punya anak
tapi masih kayak perawan begini. Segera kukorek cairan
di dalam liang kewanitaannya
untuk melumuri kepala
kemaluanku, lalu perlahan-
lahan tapi pasti kudorong lagi
senjataku. "Aarrghh.. pelan Ndi.." Busyet padahal baru
kepalanya saja, sudah susah
masuknya. Kutarik perlahan,
dan kumasukan perlahan juga.
Pada hitungan ketiga,
kutancap agak keras. "Arrhhghh.." Mbak Maya
menjerit, terlihat air matanya
meleleh di sisi matanya. "Kenapa Mbak, mau udahan
dulu?" bisikku padda Mbak
Maya setelah melihatnya
kesakitan.
"Jangan Ndi, terus aja",
balasnya manja. Kemudian kumainkan maju
mundur dan pada hitungan
ketiga kutancap dengan keras.
Yah, bibir kemaluannya ikut
masuk ke dalam. Wah sakit
juga, habis sampai bulu kemaluannya ikut masuk,
bayangkan aja, bulu kemaluan
kan kasar, terus menempel di
batanganku dan dijepit oleh
bibir kewanitaan Mbak Maya
yang ketat sekali. Dengan usaha tiga hitungan
tersebut, akhirnya mentok juga
batanganku di dalam liang
senggama Mbak Maya. Terus
terang saja, usahaku ini sangat
menguras tenaga, hal ini bisa dilihat dari keringatku yang
mengalir sangat deras. Setelah Mbak Maya tenang,
segera senjataku kugerakkan
maju mundur dengan perlahan
dan Mbak Maya mulai
menikmatinya. Mulai ikut
bergoyang dan suaranya mulai ikut mengalun bersama
genjotanku. Akhirnya liang
kewanitaan Mbak Maya mulai
terasa licin dan rasa sakit yang
diakibatkan oleh kasar dan
lebatnya bulu kemaluannya sedikit berkurang dan bagiku
ini adalah sangat nikmat. Baru sekitar 12 menitan
menggenjot, tiba-tiba dia
memelukku dengan kencang
dan, "Auuwww..", jeritannya
sangat keras, dan beberapa
detik kemudian dia melepaskan pelukannya dan
terbaring lemas.
"Istirahat dulu Mbak", tanyaku.
"Ya Ndi.. aku ingin istirahat,
abis capek banget sich..
Tulang-tulang Mbak terasa mau lepas Ndi", bisiknya dengan
nada manja.
"Oke deh Mbak, kita lanjutkan
nanti aja..", balasku tak kalah
mesranya.
"Ndi, kamu sering ya ginian sama wanita lain..", pancing
Mbak Maya.
"Ah nggak kok Mbak, baru kali
ini", jawabku berbohong.
"Tapi dari caramu tadi terlihat
profesional Ndi, Kamu hebat Ndi.. Sungguh perkasa", puji
Mbak Maya.
"Mbak juga hebat, lubang surga
Mbak sempit banget sich..,
padahal kan Mbak udah punya
anak", balasku balik memuji. "Ah kamu bisa aja, kalau itu
sich rahasia dapur", balasnya
manja.
Kamipun tertawa berdua
sambil berpelukan. Tak terasa karena lelah, kami
berdua tertidur pulas sambil
berpelukan dan kami kaget
saat terbangun, rupanya kami
tertidur selama tiga jam. Kami
pun melanjutkan permainan yang tertunda tadi. Kali ini
permainan lebih buas dan liar,
kami bercinta dengan
bermacam-macam posisi. Dan
yang lebih menggembirakan
lagi, pada permainan tahap kedua ini kami tidak menemui
kesulitan yang berarti, karena
selain kami sudah sama-sama
berpengalaman, ternyata liang
senggama Mbak Maya tidak
sesempit yang pertama tadi, mungkin karena sudah
ditembus oleh senjataku yang
luar biasa ini sehingga kini
lancarlah senjataku memasuki
liang sorganya. Tapi permainan
ini tidak berlangsung lama karena Mbak Maya harus cepat-
cepat pulang menemui
anaknya yang sudah pulang
dari les piano. Tapi sebelum
berpisah kami saling
memberikan alamat dan nomer telepon sehingga kami
bisa bercinta lagi di lain saat
dengan tenang dan damai.

0 komentar:

Posting Komentar